Monday, 12 September 2011

HIPMI: Malaysia dan Singapura 'Jual Nama' Indonesia ke Investor

Jakarta - Indonesia masuk dalam paket tawaran daya saing Singapura dan Malaysia. Kedua negara tersebut 'menjual' nama Indonesia yang memiliki pangsa pasar besar, kepada para investor asing agar mau membangun pabrik di negara mereka.

Ketua Bidang Perdagangan BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Harry Warganegara mengatakan, Singapura dan Malaysia menawarkan Indonesia kepada investor sebagai pangsa pasar menarik bila berinvestasi di Malaysia dan Singapura.

"Jadi yang membuat investor seperti RIM, BOSCH dan perusahan pengolahan kakau Barry Callebout datang ke Singapura atau Malaysia, sebab daya saing dalam negeri mereka dan pasar yang besar Indonesia yang dekat dengan mereka. Dengan kata lain, Indonesia masuk dalam paket tawaran daya saing mereka. Ini kan menyakitkan," papar Harry dalam rilisnya, Senin (12/9/2011).

Ia menjelaskan, sebenarnya tak hanya produsen BlackBerry, Research in Motion dan Bosch yang menginginkan Malaysia atau Singapura, tapi hampir semua industri memilih membangun pabrik atau kantornya di negara jiran itu. Sementara, Indonesia hanya menjadi pasar dan penyedia bahan baku.

"Barry Callebout membangun pabrik coklat di Singapura, padahal negara ini tidak punya satu pun pohon kakau," papar Harry.
  Selanjutnya ia menilai promosi investasi yang digencarkan pemerintah tidak efektif menarik minat pemodal. Pasalnya, persoalan yang paling mendasar yakni daya saing Indonesia (RI) tak kunjung mengalami perbaikan bahkan mengalami penurunan.
  Sejumlah perusahaan besar seperti RIM dan Bosch memang memilih Malaysia atau Singapura sebab daya saing infrastruktur dan manufakturnya lebih menarik dari RI. Selain daya saing melemah, lobi-lobi Indonesia juga sangat lemah pada tingkat korporasi.

"Percuma promosi gencar-gencar kalau perbaikan ke dalam tidak berlangsung. Lobi-lobi kita juga sangat lemah," ujar Harry.

Hal yang sama terjadi pada industri lainnya. Sebagian besar industri-industri telekomunikasi, informasi,mikro chip, dan komunikasi dunia lebih memilih Malaysia dan Singapura sebagai basis industri mereka di Asia Tenggara meski pasar terbesar jelas-jelas berada di RI.

"Di industri keuangan, asuransi hal yang sama juga terjadi. Headquarter-nya di sana. Pasar terbesarnya di Indonesia," ujar Harry.
  Terkait rencana pemerintah memberikan disinsentif atas produk yang memiliki daya produksi besar dan tidak membangun pabrik di Indonesia, Hipmi melihat pendekatan ini tidak akan efektif. Pasalnya, ketergantungan konsumen Indonesia terhadap produk-produk itu sangat besar.

"Contohnya BB. Harganya dinaikkan berapa pun masyarakat tetap beli BB. Selain sebab konsumen sudah sangat tergantung BB, pesaing gadget satu ini belum ada," tegas Harry.

Pihak RIM sendiri telah menargetkan pelanggan BB di Indonesia sebanyak 4 juta atau Sekitar 8 kali lipat pelanggan Malaysia yang hanya sebanyak 400 ribu pelanggan. Sebab itu, Hipmi menilai, jauh lebih tepat bila daya saing RI di tingkatkan saja.

"Dan tingkatkan lobi-lobi non formal dengan investor luar. Selama ini kita selalu formal sehingga tidak konkret yang ditawarkan kepada investor," imbaunya.

Nurul Qomariyah - detikFinance / www.detik.com

No comments:

Post a Comment